Ilmu HukumFilsafat Hukum

Memahami Hubungan Sosial,Politik, dan Hukum

Sayid Adam
51
×

Memahami Hubungan Sosial,Politik, dan Hukum

Sebarkan artikel ini
Memahami Hubungan Sosial,Politik, dan Hukum
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

Literasi Hukum – Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan hubungan antara sosial, politik, dan hukum yang menjadi dasar penting dalam pembelajaran hukum. Lingkup penjelasan mencakup definisi, sejarah, serta pemikiran para filsuf pendahulu, termasuk interpretasi berdasarkan pandangan penulis.

Definisi dan Sejarah

Dimulai dengan definisi dasar, sosial adalah kumpulan individu dan kelompok manusia yang melakukan aktivitas yang disebut sebagai fenomena sosial. Politik adalah upaya individu atau kelompok untuk mencapai kepentingan tertentu, yang sering kali berakhir pada perebutan kekuasaan. Sedangkan hukum dapat diartikan sebagai aturan main atau kesepakatan yang muncul dari aktivitas politik di dalam interaksi sosial.

Pada dasarnya, politik dan hukum merupakan produk dari interaksi sosial. Oleh karena itu, ketiga aspek ini, yaitu sosial, politik, dan hukum, berada dalam kategori ilmu sosial. Meskipun demikian, perkembangan ilmu pengetahuan memungkinkan ketiganya memiliki spesialisasi masing-masing. Untuk mempermudah pemahaman, ketiga konsep ini dapat diringkas sebagai berikut:

  • Sosial = komunitas atau kumpulan individu
  • Politik = kepentingan dan kekuasaan
  • Hukum = kesepakatan dan aturan main

Mengacu pada pemikiran Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Politik, kekuasaan pada dasarnya sama dalam setiap golongan sosial. Sebagian besar argumentasi dalam buku ini menyoroti konflik kelas, konsep negara sebagai komunitas terbesar, serta tindakan ideal individu dalam masyarakat. Aristoteles juga membahas tentang kenyataan sosial dan bagaimana tindakan ideal yang seharusnya dilakukan oleh individu. Contoh konkret dari pemikiran ini adalah penjelasan mengenai sejarah terbentuknya negara kota (city-state) yang menggambarkan kecenderungan manusia untuk bersosialisasi dan berpolitik sebagai political animal atau makhluk politik.

Dari pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa entitas sosial pada dasarnya menghendaki tatanan dan keteraturan. Namun, nilai ideal ini sering kali sulit diwujudkan karena sifat dasar manusia yang memiliki ego atau kepentingan yang saling bertentangan. Di sisi lain, manusia juga memiliki kecenderungan untuk saling bergantung satu sama lain. Untuk mencapai keteraturan tersebut, muncullah hukum sebagai standar, etika, atau norma sosial. Bentuk paling sederhana dari hukum ini adalah kebiasaan atau budaya. Pemisahan ilmu antara sosial, politik, dan hukum diperlukan karena ketiganya saling berkaitan dan sering kali tumpang tindih dalam pembahasan dan aplikasinya.

Check and Balance dalam Golongan Sosial

Dalam masyarakat, terdapat berbagai kepentingan dan kebutuhan yang saling bersaing, sehingga diperlukan adanya batasan untuk memenuhi setiap kepentingan tersebut secara adil. Di sinilah hukum hadir sebagai alat yang dibuat dan dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan atau kontrol sosial tertentu. Hukum ini muncul dari rasa keadilan dan tatanan ideal yang diinginkan oleh masyarakat tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, hukum ini dapat berkembang menjadi kebiasaan atau budaya.

Jika membahas politik sebagai alat untuk merebut kekuasaan dan hukum sebagai alat untuk menegakkan kekuasaan, terdapat mekanisme yang mengatur kedua proses tersebut agar tidak menimbulkan konflik yang berlebihan. Tujuan utama dari pengaturan ini adalah menjaga keteraturan atau stabilitas, terutama ketika terjadi pergantian kekuasaan. Konsep ini dikenal sebagai check and balance, atau kontrol dan keseimbangan.

Check and balance tidak dapat dipisahkan dari evolusi dan perkembangan sejarah politik dan hukum dalam suatu entitas sosial, seperti negara. Terdapat dua tujuan utama dalam konsep ini:

  1. Ius Constitutum: Aturan yang sudah ditetapkan untuk mencegah atau mendorong suatu tindakan tertentu agar segera dilaksanakan.
  2. Ius Constituendum: Harapan akan suatu kondisi yang diinginkan pada masa mendatang, yang belum terlaksana.

Dikotomi dan Determinan Antara Politik dan Hukum Berdasarkan Teori Organ

Politik dan hukum pada dasarnya memiliki hubungan yang bersifat saling berhadapan (dikotomi) sekaligus saling mempengaruhi (determinan). Sebagai contoh, menurut penelitian Dr. Miro Cerar, batasan ontologi atau penggolongan filsafat antara hukum dan politik terbagi menjadi dua pandangan utama:

  1. Monistik Ontologi: Pandangan yang menganggap bahwa hukum dan politik merupakan konsep yang sama atau serupa.
  2. Dualistik Ontologi: Pandangan yang melihat perbedaan antara hukum dan politik sebagai hasil dari persepsi manusia yang pluralistik atau beragam.

Penjelasan ini merujuk pada teori organ atau pengaruh dari suatu kelompok masyarakat, baik melalui fenomena sosial umum, hukum, maupun politik. Dr. Miro Cerar berpendapat bahwa politik dan hukum tidak hanya memiliki hubungan konflik atau konsensus, tetapi lebih sering menonjolkan karakteristik utama yaitu menjaga keseimbangan itu sendiri. Hal ini menyebabkan proses politik dan hukum dibatasi dalam tahap-tahap tertentu untuk menciptakan proses yang jelas dan terstruktur.

Secara singkat, dalam ilmu negara, fenomena sosial tidak dapat secara langsung mempengaruhi perubahan ekstrem pada hukum dan politik yang ada. Hal ini disebabkan oleh karakteristik sosial yang berfungsi untuk menjaga check and balance dalam suatu sistem sosial, baik dalam politik maupun hukum serta proses yang ada di antara keduanya.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sosial, politik, dan hukum merupakan hal yang kompleks namun sangat penting untuk dipahami sebagai dasar pembelajaran hukum. Sosial sebagai fenomena interaksi manusia, politik sebagai alat untuk mencapai kekuasaan, dan hukum sebagai aturan yang mengatur kehidupan sosial, semuanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi.

Konsep check and balance menjadi kunci dalam menjaga stabilitas di antara ketiganya. Dengan pemahaman yang baik mengenai peran dan fungsi masing-masing, kita dapat lebih memahami mengapa hukum tidak hanya sekadar aturan, tetapi juga merupakan hasil dari kompromi sosial dan politik yang melibatkan berbagai kepentingan.

Referensi:

  1. Aristoteles, Politics. https://iep.utm.edu/aristotle-politics/#H4
  2. Cerar, M. (2009). “The relationship between law and politics,” Ann. Surv. Int’l & Comp. L., 15, 19. https://digitalcommons.law.ggu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1126&context=annlsurvey

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.